kompas.com Rabu, 15 Oktober 2008 10:57 WIB
Sah-sah saja mengajari bahasa asing pada anak balita. Tapi, tentu saja syarat dan ketentuan berlaku. Salah satu syaratnya, ia telah mahir berkomunikasi dengan bahasa Indonesia.Jika Anda perhatikan, saat ini makin banyak balita yang senang berceloteh dalam bahasa Inggris. Sekarang ini penguasaan bahasa asing seperti menjadi kata kunci bagi para orangtua dalam mendidik anak-anaknya. Boleh dibilang, konsep ini merupakan salah satu upaya orangtua dalam menyiapkan anak-anaknya menghadapi persaingan di masa depan. Menurut Mayke S. Tedjasaputra, Psikolog dan Playtherapist dari Universitas Indonesia, sah-sah saja mengajarkan bahasa asing kepada anak, tapi untuk alasan tertentu. "Misalnya bila orangtua bekerja di luar negeri selama beberapa tahun, maka mau tak mau anak harus berbahasa asing sesuai dengan bahasa di lingkungan sekitarnya," katanya.Namun, faktanya tak sedikit orangtua yang latah mengajari anak bahasa asing karena alasan tren atau gengsi. "Keadaan ini sangat memprihatinkan karena orangtua harus menyadari anak hidup di negara Indonesia, dia orang Indonesia yang harus bisa berbahasa Indonesia," tegas Mayke. Menurut Mayke, bahasa utama yang diajarkan anak sebaiknya disesuaikan dengan lingungan utama pergaulan anak. Mengingat anak tinggal di Indonesia, maka anak perlu menguasai bahasa ibu terlebih dahulu (bahasa Indonesia atau bahasa daerah). Dengan demikian, stimulasi anak terhadap bahasa ini cukup banyak, misalnya dari orangtua, keluarga besar, pengasuh, teman, dan lingkungan lain. Penguasaan bahasa ibu juga dimaksudkan agar anak tidak merasa terkucil dari lingkungan pergaulannya. "Bisa Anda bayangkan kalau anak ini menjadi asing dengan bahasanya sendiri. Bicara bahasa Indonesia terpatah-patah dengan aksen orang asing," papar Mayke. Lagipula, dari sudut budaya kondisi tersebut mencerminkan kita menghargai budaya Indonesia yang salah satunya diwujudkan melalui penggunaan bahasa Indonesia atau daerah.Sesuaikan kondisi anakSebelum Anda ngotot mengajari anak bahasa asing, sesuaikan dulu dengan kondisi anak, misalnya bahasa apakah yang digunakan sehari-hari di rumah? Apakah salah satu orangtuanya orang asing yang sehari-hari menggunakan bahasa asing? Menurut Mayke, dalam kondisi ini, sejak bayi anak bisa belajar dua bahasa sekaligus sebab kedua bahasa itu menjadi "makanan" sehari-hari yang ia dengar. "Perlu konsistensi bahasa yang digunakan oleh ayah dan oleh ibunya, misalnya Ibu berbahasa Indonesia, ayah berbahasa Perancis. Yang penting dalam belajar bahasa adalah anak memungut dengan sendirinya bahasa yang sering digunakan dalam percakapan di rumah," paparnya. Bila anak telah cukup lancar berbicara dalam bahasa ibu, maka di usia 3-4 tahun ia boleh diajari bahasa asing. Namun, bila anak mengalami gangguan dalam perkembangan bahasa dan bicara, sebaiknya ajarkan satu bahasa secara ajeg, paling tidak sampai ia berusia 4-5 tahun. Apa saja tanda dari gangguan perkembangan bahasa dan bicara? "Anak sulit memahami perintah, atau dia paham perintah, tetapi sulit mengucapkan kata-kata, sulit meniru kata-kata yang diajarkan," terang Mayke. Agar anak makin mahir cas, cis, cus, dalam bahasa asing, tak sedikit orangtua yang memasukkan anaknya ke sekolah yang berbahasa asing. Menurut penelitian, anak yang belajar dua bahasa di sekolah (mulai usia 3 - 5 tahun), mereka mampu menguasai dua bahsa dengan baik. Tapi, perlu diperhatikan metode pengajarannya. "Bukan dengan menghafal, tapi melalui pengalaman dan kegiatan sehari-hari," Mayke mengingatkan.Bila terus dipelihara, kemampuan anak pada bahasa asing akan terus terpelihara sampai ia besar. Karena itu menyekolahkan anak di sekolah dwi bahasa saja tidak cukup. Orangtua perlu mengajari anak melalui praktek bicara sehari-hari. "Untuk anak pra sekolah, bisa juga dengan memperdengarkan lagu-lagu dalam bahasa asing, buku cerita, atau film pendek," ujar Mayke. Meski demikian, orangtua harus menekankan pada anak kebanggaan akan bahasa Indonesia. Ingatlah bahasa asing adalah bahasa kedua. "Di rumah, orangtua bisa mengajak anak bicara dalam bahasa Indonesia. Dengan pengasuh atau pembantu, biarkan juga anak tetap berbahasa Indonesia agar bahasanya tidak menjadi kacau," saran Mayke. Orangtua tak perlu cemas anak akan bingung bahasa, karena menurut Mayke, biasanya anak mampu melakukan code switching. Ia tahu ketika berhadapan dengan orang tertentu harus berbahasa Indonesia atau bahasa asing.
AN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar